Salah satu masalah terbesar yang muncul dari dinaikkannya
harga BBM adalah kekhawatiran akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi karena
dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang
naik.
Inflasi tidak mungkin dihindari karena BBM adalah unsur
vital dalam proses produksi dan distribusi barang, kata peneliti dan direktur
lembaga kajian migas Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto. Tetapi
menaikkan harga BBM juga tak bisa dihindari karena beban subsidi membuat negara
sulit melakukan investasi bidang lain untuk mendorong tumbuhnya ekonomi.
"Kenaikan harga BBM sampai dengan Rp1.500 akan
mengakibatkan inflasi bertumbuh 1,6%, tetapi juga akan mengakibatkan reduksi
subsidi sebesar Rp57 triliun," kata Pri.
Jika hitungan itu jadi nyata maka menurut Pri, inflasi tidak
akan bergeser terlalu tinggi dibanding target yang dipatok pemerintah untuk
tahun ini, 5,3%.
"Tahun lalu inflasi diklaim pemerintah hanya di kisaran
4%-an, tetapi itu kan hasil dari subsidi yang sangat besar, inflasi semu. Kalau
sekarang subsidi dikurangi terjadi inflasi, ya sama saja kan," tukasnya.
Inflasi lebih tinggi
Sejumlah pengamat ekonomi lain berpandangan mirip.
"Industri makan-minum membutuhkan BBM untuk produksi, distribusi dan bahan baku. Kenaikan BBM setinggi Rp1.500 akan menyebabkan kenaikan harga pangan sedikitnya 5-10%." Adhi S Lukman
Enny Sri Hartati, Direktur INDEF, lembaga analisis ekonomi, berpendapat harga BBM yang dinaikkan tidak akan mengerek inflasi terlalu tinggi apalagi menyebabkan guncangan ekonomi.
"Hitungan kami cuma 2,2%. Yang jadi faktor pemberat itu
adalah proses pengambilan keputusan yang bertele-tele sehingga ekspektasi
inflasi malah jauh lebih tinggi dari yang sesungguhnya,"kata Enny.
Akibatnya, dari simulasi kasar yang dilakukan INDEF, inflasi
tahun ini bisa meroket hingga 8%, meski 'tidak akan mencapai dua digit'.
Ekonom dari berbagai lembaga lain, termasuk sejumlah bank
swasta hingga Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, umumnya meramal inflasi
akan mencapai 6-8%, melebihi target pemerintah tahun ini 5,3%.
Ongkos naik
Sejumlah komponen penyumbang utama kenaikan inflasi, di luar
naiknya harga BBM, adalah harga makanan-minuman serta tarif transportasi.
Keduanya mengklaim BBM sebagai salah satu elemen utama,
bahkan terbesar, dalam komponen ongkos produksi dan distribusi.
"Industri makan-minum membutuhkan BBM untuk produksi,
distribusi dan bahan baku. Kenaikan BBM setinggi Rp1.500 akan menyebabkan
kenaikan harga pangan sedikitnya 5-10%," kata Adhi S Lukman, Ketua
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, GAPPMI.
Beberapa tahun terakhir dunia industri sudah tak lagi
menikmati subsidi BBM, tetapi menurut Adhi, naiknya harga minyak dunia juga
menjadi pendongkrak meroketnya ongkos produksi.
"Ya kami kan harus menyesuaikan harga juga
akhirnya," kilah Adhi.
Meski terbilang besar, kenaikan ini menurutnya jauh lebih
ringan dari pada situasi tahun 2008, saat harga BBM juga naik hingga Rp6.000.
"Saat itu situasi global sedang diguncang krisis
pangan, jadi harga makanan-minuman tidak terkendali. Harganya naik sampai
15-30%," tambahnya.
Momok kenaikan harga lain muncul dari sektor transportasi,
yang selalu menaikkan tarif saat kenaikan harga BBM terjadi.
Buruh termasuk kelompok yang paling rentan kena imbas
kenaikan harga BBM.
"Kami tidak punya pilihan karena harga BBM itu
merupakan 30% komponen biaya industri transportasi, paling besar dibanding
komponen suku cadang atau lainnya," kata Ketua Organisasai Angkutan Darat,
Organda DKI, Soedirman.
Dengan harga BBM naik 33%, menurut Soedirman, kenaikan tarif
angkutan yang masuk akal adalah 35%, tuntutan yang menurut Menteri Koordinator
Perekonomian Hatta Radjasa "terlalu besar dan harus dirundingkan kembali'.
Menurut Hatta, kenaikan tarif angkutan masuk akal bila tak
lebih dari 10-20%. Tetapi menurut Soedirman, hitungan itu justru tak bernalar.
"Itulah kalau tak paham soal angkutan tapi berkomentar.
Bagaimana pengusaha (angkutan) dituntut peremajaan, memberi layanan yangsafety dan
nyaman, kalau tarifnya selalu murah?" kritik Soedirman pedas.
Sampai kini, tarif angkutan menyesuaikan dengan penaikan
harga BBM baru, belum lagi dibicarakan antara Organda dengan pemerintah.
Subsidi sejati
Apapun pertimbangan menaikkan harga BBM, bagi kalangan
miskin atau nyaris miskin, impliaksinya hanya satu: kenaikan harga kebutuhan
pokok.
"Belum karuan naik aja, sudah pada naik semua, sembako
dan lain-lain. Orang gaji naik cuma 10-20% ini malah lebih," protes
Suryati, seorang buruh anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Seluruh
Indonesia, FSPMI asal Bekasi, yang pekan lalu turut berdemo ke depan Istana
Merdeka.
Buruh lain, seperti Freddy yang datang dari Pasar Minggu,
kurang lebih mengeluhkan hal yang sama.
"Enggak mungkin dalam kondisi begini naikin harga
BBM, karena gaji buruh juga belum mencukupi."
Sebaliknya menurut pemerintah, tak mungkin kas negara
terus-menerus dipakai untuk menambal subsidi BBM karena sektor lain menjadi
terbengkalai.
Menurut catatan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan,
tahun lalu besaran subsidi kesehatan hanya Rp43,8 triliun, infrastruktur
Rp125,6 triliun, bantuan sosial Rp70,9 triliun, sementara subsidi BBM menyedot
dana paling besar, Rp165,2 triliun.
Padahal itu belum termasuk subsidi listrik yang berjumlah
Rp90 triliun, sehingga secara total subsidi energi APBN 2011 mencapai Rp255
triliun.
Realisasi subsidi BBM juga cenderung membengkak dari angka
acuan karena konsumsi BBM yang tak terkendali.
Tahun 2010 misalnya, subsidi BBM yang mestinya habis pada
hitungan Rp69 triliun kemudian membesar menjadi Rp82,4 triliun. Hal sama terulang
pada 2011 dimana anggaran subsidi Rp96 triliun kemudian bengkak menjadi hampir
dua kali, yakni Rp165,2 triliun.
Akibatnya kesempatan berinvestasi dalam bentuk infrastruktur
dan pembangunan nonfisik, termasuk kesehatan dan pendidikan, menjadi lebih
sedikit.
Pengurangan subsidi BBM, menurut pemerintah, akan dialihkan
sebagian pada program infratsruktur, meski belum jelas apa saja bentuknya dan
bagaimana realisasinya.
Enny Sri Hartati dari INDEF menilai situasi ini sangat tak
adil bagi kelompok miskin.
"Katanya subsidi untuk kaum miskin. Padahal pengertian
miskin menurut BPS kan mereka yang tak mungkin punya motor atau mobil, karena
pendapatannya hanya Rp300 ribu (per bulan),"tegas Enny.
Pengurangan subsidi BBM, menurut Enny, bisa lebih tepat
sasaran kalau kemudian diarahkan pada pembangunan infrastruktur atau program
pengentasan kemiskinan lain.
"Itu makna subsidi yang sejati; kembalikan kepada
kelompok yang paling miskin, 30 jutaan lho jumlahnya."
Sekarang mari kita kaitkan dampak kenaikan BBM yang telah
dibahas diatas, sudah jelas dampak yang akan dirasakan jika harga BBM
benar-benar akan naik adalah :
1.
Terhambatnya pertumbuhan
ekonomi
2.
Peningkatan Inflasi
3.
Ongkos akan naik
Dari ketiga dampak yang akan dirasakan sudah jelas yang akan
terkena dampaknya adalah kelompok buruh
karena biaya industri yang akan dikelurkan pasti akan meningkat pula, sedangkan
gaji mereka hanya naik 10%-20%. Itu semua dapat dikatakan belum menutupi
kebutuhan mereka. Bagaiman dengan masyarakat kalangan bawah yang akan merasakan
kenaikan harga bahan pokok maupun kenaikan ongkos???? Mari kita lihat pada
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dimana masyarakat baik kelompok buruh
maupun masyarakat kalangan bawah kita golongkan sebagai Konsumen. UU
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa
hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengonsumsi barang dan
atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau
jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
sebagainya.
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Intinya adalah konsumen berhak mendapatkan perlindungan
Hukum baik dari segi kenyamanannya maupun diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Dengan kenaikan BBM ini
semoga Pemerintah dapat memberikan hak- hak konsumen untuk masyarakat
Indonesia. Jika Hak-Hak konsumen terpenuhi maka tidak akan ada masyarakat yang
merasa dirugikan.
Sumber:
- http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/03/120327_fuelhikeeconomicalimpact.shtml
- http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar