Nama-nama Kelompok:
- Dewi Noery M.N (29210018)
- Lisna Aswida (24210048)
- Nina Rahayu (24210998)
- Tanti Puspita (26210819)
- Triyas Juwita (29210092)
Sejarah Perkeretaapian
Kehadiran
kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan
KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh
Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM)
yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km)
dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari
Sabtu, 10 Agustus 1867.
Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun
jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870
dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong
minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan,
kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh de-ngan pesat.
Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405
Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km.
Selain di Jawa, pembangunan jalan KA juga
dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891),
Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawasi juga telah dibangun
jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya
dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang - Maros belum sempat
diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi
jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau
Bali dan Lombok, pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA
di Indonesia mencapai 6.811 Km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang
menjadi 5.910 km, kurang Iebih 901 Km raib, yang diperkirakan karena dibongkar
semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di
sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia semula
dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa
lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang
(1942 - 1943) sepanjang 473 Km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa
pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 Km antara Muaro -
Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro -
Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang
mempekerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang
melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak
menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro- Pekanbaru.
Setelah kemerdekaan Indonesia
diproklamir-kan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam
Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasa-an perkeretaapian dari
pihak Jepang. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tanggal 28 September
1945. Pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA
lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan
perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak
diperbolehkan campur tangan lagi urusan perkeretaapi-an di Indonesia. Inilah
yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di
Indonesia, serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia
Periode
|
Status
|
Dasar
Hukum
|
Th.
1864
|
Pertama
kali dibangun Jalan Rel
sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah Hindia Belanda |
|
1864
s.d 1945
|
Staat
Spoorwegen (SS)
Verenigde Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM) |
IBW
|
1945
s.d 1950
|
DKA
|
IBW
|
1950
s.d 1963
|
DKA
- RI
|
IBW
|
1963
s.d 1971
|
PNKA
|
PP.
No. 22 Th. 1963
|
1971
s.d.1991
|
PJKA
|
PP.
No. 61 Th. 1971
|
1991
s.d 1998
|
PERUMKA
|
PP.
No. 57 Th. 1990
|
1998
s.d. 2010
|
PT.
KERETA API (Persero)
|
PP.
No. 19 Th. 1998
Keppres No. 39 Th. 1999 Akte Notaris Imas Fatimah |
Mei
2010 s.d sekarang
|
PT.
KERETA API INDONESIA (PERSERO)
|
Instruksi
Direksi No. 16/OT.203/KA 2010
|
Logo dan Visi Misi
3
Garis melengkung melambangkan gerakan yang dinamis PT KAI dalam
mencapai Visi dan Misinya.
2
Garis warna orange melambangkan proses Pelayanan Prima
(Kepuasan Pelanggan) yang ditujukan kepada pelanggan internal dan eksternal. Anak
panah berwarna putih melambangkan Nilai Integritas, yang harus
dimiliki insan PT KAI dalam mewujudkan Pelayanan Prima.
1
Garis lengkung berwarna biru melambangkan semangat Inovasi yang
harus dilakukan dalam memberikan nilai tambah ke stakeholders. (Inovasi
dilakukan dengan semangat sinergi di semua bidang dan dimulai dari hal yang
paling kecil sehingga dapat melesat.)
Visi dan Misi
Visi menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik
yang fokus pada pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders
Misi menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan
bisnis usaha penunjangnya, melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik
untuk memberikan nilai tambah yang tinggi bagi stakeholders dan
kelestarian lingkungan berdasarkan 4 pilar utama : Keselamatan, Ketepatan
waktu, Pelayanan dan Kenyamanan
BUDAYA PERUSAHAAN
Integritas
Kami insan PT.
KERETA API INDONESIA (PERSERO) bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai
kebijakan organisasi dan kode etik perusahaan. Memiliki pemahaman dan keinginan
untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan dan etika tersebut dan bertindak
secara konsisten walaupun sulit untuk melakukannya.
Profesional
Kami insan PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) memiliki kemampuan dan penguasaan dalam bidang pengetahuan yang
terkait dengan pekerjaan, mampu menguasai untuk menggunakan, mengembangkan,
membagikan pengetahuan yang terkait dengan pekerjaan kepada orang lain.
Keselamatan
Kami insan PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) memiliki sifat tanpa kompromi dan konsisten dalam menjalankan atau
menciptakan sistem atau proses kerja yang mempunyai potensi resiko yang rendah
terhadap terjadinya kecelakaan dan menjaga aset perusahaan dari kemungkinan
terjadinya kerugian.
Inovasi
Kami insan PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) selalu menumbuh kembangkan gagasan baru, melakukan tindakan perbaikan
yang berkelanjutan dan menciptakan lingkungan kondusif untuk berkreasi sehingga
memberikan nilai tambah bagi stakeholder.
Pelayanan prima
Kami insan PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) akan memberikan pelayanan yang terbaik yang sesuai dengan standar
mutu yang memuaskan dan sesuai harapan atau melebihi harapan pelanggan dengan
memenuhi 6 A unsur pokok: Ability (Kemampuan), Attitude (Sikap), Appearance
(Penampilan), Attention (Perhatian), Action (Tindakan), dan Accountability
(Tanggung jawab).
KASUS: Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya
kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk
penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini
juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit
oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan
adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban
PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN)
sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada
akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan
kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih
itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam
mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar
yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT
KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005
masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian
sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70
Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005
sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan
penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan
tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada
pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor
akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang
baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris)
PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan
publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005
segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti
bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin
praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006).
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa sumber yang saya dapat, berawal dari
pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai
akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai
salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip
akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh
pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya.
Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini
mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi
permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak
ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh
Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan
BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan
kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan
kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran.
Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik
oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal
itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari
berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor,
masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke
depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus
mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
Sumber
: Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006
ANALISIS:
Dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu
merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI pada tahun
tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan
pada laporan keuangan PT KAI tersebut. pada kasus ini juga terjadi penipuan
yang menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. seharusnya PT KAI
harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi
akuntansi yang dijelaskan oleh tulisan blog saya sebelumnya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar