Contoh Prilaku yang Bertentangan dengan Pancasila :
"UU Pers akan
berada dalam lumpur," kata sang pengacara, Ismail Pelu.
VIVAnews –
Seorang pengacara anggota DPRD Gorontalo menghina Undang-undang Pers dalam
persidangan di Pengadilan Negeri Gorontalo. Ia mengatakan UU Pers tidak berlaku
di persidangan. Bukan hanya itu hinaan yang dilontarkan pengacara bernama
Ismail Pelu tersebut. “UU Pers akan berada dalam lumpur,” kata Ismail di PN
Gorontalo, Selasa 13 Desember 2011 kemarin lusa. Ucapan Ismail ini terlontar
karena salah seorang saksi, Farid Utina yang kebetulan wartawan Trans 7,
menolak untuk memberitahukan narasumber yang memberinya informasi soal kegiatan
perjudian yang melibatkan klien Ismail.
Klien Ismail, anggota DPRD Gorontalo Dharmawan Duming, yang diberitakan oleh media melakukan perjudian di salah satu rumah warga di Kelurahan Liluwo, Kota Gorontalo. Sementara Farid menegaskan, informasi mengenai perjudian tersebut ia terima dari warga yang meminta agar namanya dirahasiakan.
Oleh karena itu, Farid melakukan hak tolak yang diatur dalam UU Pers. Ia memilih untuk melindungi narasumbernya dan tidak memberitahukan nama yang bersangkutan kepada majelis hakim. Namun sikap Farid yang menggunakan hak tolaknya itu, membuat berang Ismail selaku pengacara Dharmawan.
Menurutnya, hal tolak dalam UU Pers tidak berlaku dalam persidangan, dan “UU Pers akan berada dalam lumpur.” Sontak ucapan Ismail itu menuai kecaman dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo. Mereka menilai perkataan itu merupakan pelecehan.
Pengurus AJI Kota Gorontalo Bidang Advokasi, Syamsul, mengatakan bahwa pernyataan Ismail adalah tindakan penghinaan dan pelecehan terhadap UU Pers. Ia menjelaskan, Pasal 4 ayat (4) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan perlindungan kepada jurnalis yang berkeberatan untuk memberikan keterangan, khususnya menyangkut identitas narasumber yang konfidensial.
“Kami tidak menerima pelecehan dari Ismail Pelu yang mengatakan saat di pengadilan, bahwa UU Pers jika dalam persidangan sudah masuk ke dalam lumpur. Pasal 4 ayat (4) berbunyi, dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak,” tegas Syamsul kepada VIVAnews, Kamis 15 September 2011. Tujuan utama hak tolak itu, terangnya, adalah agar wartawan dapat melindungi identitas sumber informasi. “Hak tolak dapat digunakan jika wartawan diminta keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan,” kata dia.
Analisis :
Menurut
saya kasus diatas melanggar Pancasila ke II yang berbunyi “KEMANUSIAAN YANG
ADIL DAN BERADAP” dan Pancasila ke V, yang berbunyi “KEADILAN SOSIAL BAGI
SELURUH INDONESIA”, serta UU Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (4) tentang Pers
memberikan perlindungan kepada jurnalis yang berkeberatan untuk memberikan
keterangan, khususnya menyangkut identitas narasumber yang konfidensial. UU diatas
jelas sekali melindungi identitas narasumber dan seharusnya sebagai seorang
pengacara itu bukan hal yang asing untuk orang – orang hukum. Entah dengan
maksud apa pengacara tersebut dapat mengucapkan seperti itu. Jika ia ingin
membela kliennya seharusnya juga dengan etika yan baik dan benar sehingga tidak
ada pihak lain yang merasa dirugikan dan jika sudah seperti ini maka urusan
tidak hanya dengan pengadilan masalah membela kliennya namun ia pun akan
menghadapi pengadilan dengan kasus pelecehan Pers.
Dan
satu lagi kasus yang akan saya bahas disini yaitu, Anggota DPRD yang melakukan
perjudian. Sungguh mengenaskan seseorang yang diberi amanat oleh rakyat untuk
membantu memajukan kesejahteraan rakyat malah melakukan perbuatan yang melaggar
hukum. Entah apa tujuan dari anggota DPRD tersebut dengan bermain judi apakah
ia ingin menumpuk kekayaan yang ia miliki dari fasilitas Negara atau ingin menghabiskan
kekayaan tersebut dengan bermain judi?. Amanat yang diberikan ia bayar dengan
perbuatan yang tidak terpuji. Anggota DPRD tersebut melanggar Pancasila ke II
“KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAP”, Pancasila ke IV “KERAKYATAN YANG DIPIMPIN
OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN”, Pancasila ke V
“KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA” serta UU Nomor 7 Tahun 1974
tentang Penertiban Perjudian. Jika rakyat biasa yang melakukan pelanggaran
tersebut sudah pasti ia akan langsung dikenakan pidana atas perbuatannya
tersebut namun karena ini yang melakukan anggota DPRD yang memiliki banyak uang
untuk membayar pengacara dengan tujuan untuk membelanya sudah pasti pidana yang
akan ia terima tidak sebanding dengan yang diterima oleh rakyat biasa yang
tidak memiliki pengacara untuk membela. Di Indonesia siapa yang memiliki uang
adalah ia yang memiliki kekuasaan, sudah terlihat jelas disini tentang
pelanggaran Pancasila ke V. Para petinggi Negara yang seharusnya mementingkan
rakyat sekarang lebih mementingkan dirinya sendiri dan keluarga. Sekarang
saatnya kita sebagai generasi muda yang tahu akan dibawa kemana Negara ini jika
kita terus menrus hidup selalu melanggar peraturan dan dasar Negara kita yaitu
Pancasila.